Jumat, 11 Desember 2015
Sabtu, 07 Februari 2015
PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN INDONESIA
PANCASILA
DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN INDONESIA
A. Pengantar
Pancasila
sebagai dasar Negara Republik Indonesia sebelum disyahkan oleh pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan Negara, yang berupa
nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-nilai
tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa nilai-nilai
tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para
pendiri Negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia. Proses
perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang
BPUPKI kedua, serta akhirnya disyahkan secara yuridis sebagai dasar filsafat
Negara Republik Indonesia.
B. Zaman
Kutai
Indonesia
memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang
berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa
raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberikan sedekah kepada para Brahmana,
dan para Brahmana membangun yupa sebagai tanda terima kasih raja yang dermawan.
Masyarakat Kutai yang membuka zaman prasejarah Indonesia pertama kalinya ini
menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan,
kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
C. Zaman
Sriwijaya
Menurut
Mr. M. Yamin bahwa berdirinya Negara kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap,
yaitu: pertama, zaman Sriwijaya
dibawah wangsa Syailendra (600-1400), yang bercirikan kedaulatan. kedua, Negara kebangsaan zaman Majapahit
(1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan Negara
kebangsaan Indonesia lama. Ketiga, Negara
kebangsaan modern yaitu Negara Indonesia merdeka (sekarang Negara Proklamasi 17
Agustus 1945).
Dalam
pemerintahan kerajaan Sriwijaya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda
kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan dedung-gedung
dan patung-patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan system
negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan.
Cita-cita
kesejahteraan bersama dalam suatu Negara telah tercermin pada kerajaan
Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi marvuat
vanua Criwijaya siddhayatra subhiksa yang artinya “suatu cita-cita Negara
yang adil dan makmur.
D. Zaman
Kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit
Di Jawa Timur
munculah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X)
demikian juga kerajaan Airlangga abad ke XI, Raja Airlangga membuat bangunan
keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama.
Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu dan agama Syiwa
yang hidup berdampingan secara damai.
E. Kerajaan
Majapahit
Pada
waktu itu agama Hindhu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu
kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama
(1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu
Tantular mengarang buku Sutasoma, dan
di dalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi
lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana
Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya sebab tidak
ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas
kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindhu dan Budha. Bahkan salah satu
bawahan kekuasaannya yaitu Pasai justru telah memluk agama Islam. Toleransi
positif dalam bidang agama dijunjung tinggi sejak masa bahari yang telah silam.
Selian
itu, nilai persatuan dalam sila ketiga dalam butir Pancasila telah tercermin
dalam sumpah Palapa yang diucapkan
oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban
keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh wilayah nusantara raya sebagai berikut: ‘saya baru akan berhenti
berpuasamakan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasaan
Negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
Palembang dan Tumasik telah dikalahkan’.
F. Zaman
Penjajahan
Pada abad itu
sejarah mencatat bahwa belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat dan
mengintesifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Mereka ingin membulatkan
hegemoninya sampai kepelosok-pelosok nusantara kita. Melihat praktek-praktek
penjajahan tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di berbgaai wilayah
nusantara, anatara lain: Patira di Maluku (1817), Baharuddin di Palembang
(1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837), Pangeran Diponegoro di Jawa
Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang
Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja
di tanah Batak (1900), dan masih banyak perlawanan rakyat di berbagai daerah
nusantara. Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk melawan
penindasan dari bangsa Belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya kesatuan
dan persatuan di antara mereka dalam perlawanan melawan penjajah, maka
perlawanan tersebut senantiasa kandas dan menimbulkan banyak korban.
G. Kebangkitan
Nasional
Budi
Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 inilah yang merupakan pelopor
pergerakan nasional, sehingga segera setelah itu muncullah
organisasi-organisasi pergerakan lainnya, seerti: Sarekat Dagang Islam (SDI)
1909 yang lalu berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) 1911 dibawah pimpinan
H.O.S. Cokroaminoto.
Berikutnya
muncullah Indische Partij (1913), yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu:
Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang kemudian dikenal
dengan nama Ki Hajar Dewantoro), namun partai ini tidak berumur panjang karena
pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913).
Lalu munculah
Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno,
Ciptomangunkusumo, Sartono, dan tokoh lainnya. Yang menitikberatkan pada
kesatuan Nasional denga tujuan Indonesia Merdeka. Golongan muda juga mulai
menampakkan perannya, dengan tokoh-tokohnya yaitu: Moh. Yamin, Wongsonegoro,
Kuncoro Purbopranoto, serta tokoh-tokoh muda lainnya yang memunculkan lahirnya
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa, satu bangsa dan
satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat itu juga dikumandangkan
untuk pertama kalinya sekaligus sebagai penggerak kesadaran berbangsa.
H. Zaman
Penjajahan Jepang
Jepang datang ke
Indonesia dengan propaganda “Jepang Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”.
Akan tetapi dalam perang melawan Sekutu Barat yaitu (Amerika, Inggris, Rusia,
Perancis, Belanda dan Negara Sekutu lainnya) nampaknya Jepang semakin terdesak.
Oleh karena itu agar mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia maka Jepang
menjanjikan Kemerdekaan di kemudian hari.Sehingga dibentuklah BPUKI (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritu Zyunbi Tioosakai.
1. Sidang
BPUPKI pertama
Dilaksanakan empat hari
berturut-turut yaitu tanggal 29 Mei 1945 - 1 Juni 1945 dengan Mr. Muh. Yamin,
Prof. Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno berpidato menyampaikan usulannya.
(a) Mr.
Muh. Yamin (29 Mei 1945), dalam pidatonya Muh. Yamin mengusulkan rumusan dasar
Negara Indonesaia sebagai berikut: I. Peri Kebangsaan. II. Peri Kemanusiaan.
III. Peri Ketuhanan. IV. Peri Kerakyatan (Permusyawaratan, Perwakilan,
Kebijaksanaan). V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
(b) Prof.
Dr. Soepomo (31 Mei 1945), beliau mengemukakan teori-teori negra sebagai
berikut: I. Terori Negara Perseorangan (Individualis). II. Paham Negara Kelas
(Class Theory) atau teori golongan. III. Paham Negara Integralistik.
(c) Ir.
Soekarno (1 Juni 1945), usulan dasar Negara dalam sidang BPUPKI pertama adalah
pidato dari Ir. Soekarno, yang disampaikan dalam siding tersebut secara lisan
tanpa teks. Beliau mengusulkan dasar Negara yang terdiri atas lima prinsip yang
rumusannya adalah sebagai berikut:
1. Nasionalisme
(kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme
(peri kemanusiaan)
3. Mufakat
(demokrasi)
4. Kesejahteraan
social
5. Ketuhanan
Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Lima
prinsip sebagai dasar Negara tersebut kemudian oleh Soekarno diusulkan agar
diberi nama “Pancasila” atas saran salah seorang teman beliau ahli bahasa.
2. Sidang
BPUPKI kedua (10-16 Juli 1945)
Pada tanggal 15 Juli 1945 memunculkan Undang Undang
Dasar yang sebelumnya menggunakan istilah ‘hukum dasar’. Beberapa keputusan
penting pada rapat BPUPKI adalah sebagai berikut:
a. 10
Juli: keputusan tentang bentuk Negara. Dari 64 suara yang pro Republik 55
orang, meminta kerajaan 6 orang, adapun bentuk lain dan blangko 1 orang.
b. 11
Juli: tentang luas wilayah Negara baru. Dari 66 suara, 19 orang memilih Hindia
Belanda. 39 orang memilih Hindia Belanda ditambah dengan Malaya, Borneo Utara,
Irian Timur, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya. 6 orang memilih Hindia
Belanda ditambah Malaya, akan tetapi dikurangi Irian Barat. Lain-lain dan
blangko 1 orang. Keputusan lain adalah dengan membentuk panitia kecil, yaitu:
(1) panitia perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. (2)
panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta dan (3) panitia
pembelaan tanah air yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosoejoso.
c. 14
juli: terdapat 3 bagian hasil siding Badan penyelidik dan Panitia Perancang
UUD, yaitu: (1) pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan di muka dunia
atas penjajahan Belanda. (2) pembukaan yang di dalamnya terkandung dasar Negara
Pancasila. Dan (3) pasal-pasal UUD.
K. Proklamasi
Kemerdekaan dan sidang PPKI
Pada
tanggal 7 Agustus 1945 Jepang kalah dari sekutu dalam perang dunia yang
akhirnya pada pertengahan bulan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritu
Zyunbi Iinkai. Dan pada tanggal 9 Agustus ditetapkan pengangkatan Soekarno
sebagai ketua PPKI, Moh. Hatta sebagai wakil dan serta ditetapkan anggota PPKI
yang berjumlah 21 orang termasuk ketua dan wakil serta Radjiman Widiodiningrat
sebagai salah satu nama anggota PPKI yang disebut.
1. Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Setelah melewati berbagai hal
sebelum proklamasi benar-benar dikumandangkan, banyak hal yang terjadi seperti:
pengamanan Soekarno dan Hatta oleh golongan muda ke Rengasdengklok agar tidak
mendapat pengaruh dari Jepang. Lalu untuk mempersiapkan proklamasi tersebut
Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard
(sekarang Jl. Imam Bonjol no. 1) pada tengah malam. Kemudian pagi harinya pada
tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at
legi, jam 10 pagi waktu Indonesia Barat (jam 10.30 waktu Jepang), Bung Karno
dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmad dan
dijiwai dengan pidato sebagai berikut:
PROKLAMASI
Kami bangsa
Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan seksama dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17
Agustus 1945
Atas Nama Bangsa
Indonesia
Soekarno-Hatta
2. Sidang
PPKI
Sebelum sidang PPKI yang pertama
kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa perubahan yang
berkaitan dengan rancangan naskah Panitia Pembukaan UUD 1945 yang saat itu
dikenal dengan nama Piagam Jakarta terutam yang menyangkut perubahan sila
pertama Pancasila, setelah mencapai kesepakatan akhirnya disempurnakan naskah
Pembukaan UUD 1945 sekarang ini.
a. Sidang
Pertama (18 Agustus 1945)
Dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan sebagai
berikut:
(1) Mengesahkan
UUD 1945.
(2) Memilih
Presiden dan Wakil Presiden yang pertama.
(3) Menetapkan
berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat.
b. Sidang
Kedua (19 Agustus 1945)
Diperoleh ketetapan sebagai berikut:
(1) Pembagian
daerah propinsi yang meliputi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera,
Borneo, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil.
(2) Untuk
sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskan seperti sekarang.
(3) Untuk
sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan seperti sekarang. Yaitu
dibentuknya kementrian atau departemen yang meliputi 12 departemen: Departemen
Dalam Negeri, Luar Negeri, Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan,
Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, Sosial, Pertahanan, Penerangan,
Perhubungan, Pekerjaan Umum.
c. Sidang
Ketiga (20 Agustus 1945)
Pada sidang ini, PPKI membahas agenda tentang ‘Badan
Penolong Keluarga Korban Perang’ yang sehingga menghasilkan ‘Badan Keamanan
Rakyat’ (BKR).
d. Sidang
Keempat (22 Agustus 1945)
Membahas agenda tentang Komite Nasional Partai
Nasional Indonesia yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.
L.
Masa
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia
internasional, maka pemerintah R.I. mengeluarkan 3 buah maklumat:
1.
Maklumat
Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar
biasa dari Presiden sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku selama 6 bulan).
Kemudian maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula
dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2.
Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang pembentukan partai politik
sebanyak-banyaknya oleh rakyat.
3.
Maklumat
Presiden tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya Maklumat ini mengubah sistem
Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan asas demokrasi
Liberal.
Berlakunya sistem demokrasi liberal adalah jelas-jelas
merupakan penyimpangan secara konstitusional terhadap UUD 1945, serta secara
ideologis terhadap Pancasila.
(1)
Pembentukan
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada
tanggal 27 Desember 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
ditandatangani oleh Ratu Belanda Yuliana dan Wakil Pemerintah RI di kota Den
Haag dna menghasilkan beberapa keputusan antara lain:
a)
Konstutusi
RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 negara bagian.
b)
Konstitusi
RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas demokrasi liberal dimana
menteri-meneteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada
parlemen.
c)
Mukadimah
Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi
Pembukaan UUD 1945. Proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang
terinci.
Sebagai catatan, pada saat itu merupakan pemulihan
kedaulatan atau pengakuan kedaulatan.
(2)
Terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1950
Berdasarkan
persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1990, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi sementara yang berlaku sejak
17 Agustus 1950.
Walaupun
UUDS 1950 merupakan tonggak untuk mencapai cita-cita Proklamsi, Pancasila dan
UUD 1945, namun kenyataaannya masih berorientasi kepada pemerintah berasas
demokrasi liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap
Pancasila.
(3)
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
Pemilu
tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan keingian
masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada bidang ekonomi, politik,
sosial maupun hankam.
Atas
dasar inilah presiden akhirnya mengeluarkan Dekrit atau pernyataan pada tanggal
5 Juli 1959, yang isinya:
@
Membubarkan Konstituante.
@
Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan UUDS 1950 tidak berlaku.
@
Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
(4)
Masa
Orde Baru
Meletuskanya
gerakan G 30 S PKI mengakibatkan kestabilan dan keamanan negara, sehingga
melahirkan TRITURA (tiga tuntutan rakyat) yang isinya:
a.
Pembubaran
PKI dan ormas-ormasnya.
b.
Pembersihan
Kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
c.
Penurunan
harga
Namun, pemerintah tidak mampu menhatasi kekacauan yang
terjadi dalam negeri yang akhirnya presiden memberikan kekuasaan penuh kepada
Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk suatu
‘Surat Perintah 11 Maret 1966’ (Super Semar).
Pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan Pemilu pada tahun
1973 dan terbentuknya MPR pada tahun yang sama pula. Adapun misi yang harus
diemban berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi:
1)
Melanjutkan
pembangunan lima tahun dan menyusun serta melaksanakan Rencana Lima Tahun II
dalam rangka GBHN.
2)
Membina
kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi Pancasila.
3)
Melaksanakan
politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan orientasi pada kepentingan nasional.
(Sumber:
Pend. Pancasila. Prof. DR. Kaelan, M.S. Paradigma Yogyakarta.2010)
PIAGAM MADINAH SEBAGAI WUJUD TOLERANSI UMAT BERAGAMA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan kebudayaan. Keberagaman
kebudayaan di Indonesia disebabkan oleh banyaknya suku atau ras yang mendiami
pulau-pulau di Indonesia. Dari berbagai suku tersebut terciptalah sebuah
tradisi yang berbeda-beda hingga menimbulkan keanekaragaman budaya dan etnis
yang mampu memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia.
Selain,
beranekaragam budaya yang dapat dijumpai di Indonesia, masyarakat Indonesia
juga memiliki agama yang beragam. Sebagaimana, yang telah diketahui sebelumnya
bahwa agama Islam merupakan agama yang paling banyak pemeluknya. Hal ini juga
terbukti di wilayah Indonesia, hampir mayoritas masyarakatnya memeluk agama
Islam. Secara historis agama Islam bukanlah agama yang pertama kali masuk dan
berkembang di Indonesia, telah lebih dahulu agama Hindu Buddha yang berkembang
di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, keruntuhan kerajaan-kerajaan
besar yang bercorak Hindu Buddha seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Singhasari
memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat pada masa itu.
Perlahan-lahan ajaran agama Islam dapat diterima oleh masyarakat Indonesia
tentunya hal ini disebabkan oleh beberapa faktor pendukung diantaranya agama
Islam tidak mengenal kasta seperti yang terdapat dalam agama Hindu, selain itu
Islam juga tidak pernah memaksa masyarakat untuk masuk ke dalam ajarannya. Bagi
para penyebar agama Islam lebih menekankan pada unsur perdamaian dan
menghindari penyebaran agama Islam melalui jalur kekerasan. Pada masa Islam
telah berkembang dengan pesat di Indonesia, masih terdapat beberapa kelompok
masyarakat yang memeluk agama Hindu Buddha, bahkan masih ada yang
mempertahankan ajaran nenek moyang seperti animisme dan dinamisme.
Hal
ini jelas tampak sekali pada corak masyarakat saat ini. Di tengah-tengah
lingkungan masyarakat tidak hanya agama Islam saja yang berkembang tetapi juga
agama-agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta Konghucu. Semua
ajaran agama tersebut berkembang di lingkungan masyarakat secara damai dan
tanpa kekerasan dalam bentuk diskriminasi umat beragama tertentu. Islam sendiri
merupakan sebuah agama yang menjunjung tinggi perdamaian, dalam kehidupan
sehari-hari Islam juga selalu mengajarkan toleransi kepada umatnya terhadap
pemeluk agama lain.
Sebuah
sejarah tentang Islam mengenai toleransi tinggi terhadap pemeluk agama lain
telah ada sejak jaman Nabi yang dibuktikan dengan adanya Piagam Madinah. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan membahas
wujud toleransi antar umat beragama yang diberi judul
“Piagam Madinah Sebagai Wujud Toleransi
Beragama”. Adapun
hal-hal yang dibahas antara lain pandangan agama Islam dalam toleransi beragama
serta cara menghindari konflik antar umat beragama.
1.2
Rumusan
Masalah
- Bagaimana pandangan agama Islam mengenai toleransi beragama?
- Bagaimana cara menghindari konflik antar umat beragama ?
1.3
Tujuan
1. Mendiskripsikan
pandangan agama Islam mengenai toleransi beragama.
2. Mendiskripsikan
cara menghindari konflik antar umat beragama
1.4
Landasan
Normatif
Toleransi antar umat beragama itu mutlak perlu
dilakukan dalam setiap elemen manusia yang berbeda keyakinan, sehingga tidak
terjadi yang namanya kefanatikan diantara umat yang satu dengan umat yang
lainnya. Kefanatikan diantara umat beragama tentunya akan berdampak negative,
seperti halnya antara umat satu dengan lainnya menganggap bahwa umat yang
berbeda keyakinan itu salah dan harus dimusuhi. Seperti yang sudah dijelaskan
dalam buku Aktualisasi Pendidikan Islam hal. 307 yang menjelaskan mengenai
radikalisme atau kefanatikan dalam suatu umat beragama, sebagai contoh: akibat
dari kefanatikan atau keradikalan tersebut menimbulkan aksi penyerangan
terhadap umat yang berbeda keyakinan seperti halnya aksi terorisme.
Sebagai contoh aksi dari radikalisme tersebut ialah:
Timbulnya aksi kekerasan seperti tragedi Black Tuesday World Trade Center (WTC)
pada 11 september 2001 di Amerika Serikat atau tragedy bom di Legian Bali dan
pengeboman Hotel JW Marriot di Jakarta, yang mengakibatkan ratusan nyawa melayangsebagai
akibat dari aksi terorisme tersebut.
Padahal dalam islam sudah dijelaskan bahwa islam
adalah agama yang cinta perdamaian, nabi Muhammad SAW adalah cerminan dari itu,
ketika nabi diolok olok dan bahkan sampai dilempari kotoran hewan oleh kaum yang
berbeda keyakinan dengan nabi, nabi tetap sabar dan ikhlas karena dengan
kesabaran tersebut akhirnya nabi dapat menyebrkan islam sampai detik ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PANDANGAN ISLAM MENGENAI TOLERANSI BERAGAMA
Kata
toleransi memiliki makna saling menghargai dan menghormati. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan menghargai dan menghormati adalah menghargai agama yang dipeluk
oleh orang lain. Kebebasan dalam beragama merupakan dasar dari sebuah kerukunan
di lingkungan masyarakat.
Sikap
toleransi dalam beragama dapat dilihat dari faktor sejarahnya yaitu diciptakannya
sebuah Piagam Madinah pada zaman Nabi. Piagam Madinah merupakan sebuah bentuk
perjanjian yang telah dirumuskan oleh Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan dari
dibentuknya Piagam Madinah adalah untuk mengatur hubungan masyarakat di Madinah
yang berasal dari kaum Muslim, Nasrani, dan beberapa kelompok Yahudi. Di mana butir-butir yang menegaskan
toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan
tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam
Piagam Madinah. Mengenai pembentukan Piagam Madinah
terdapat beberapa hal penting yang menjadi pokok pemikiran Nabi diantaranya,
ancaman dari kaum kafir Quraisy yang sangat besar terhadap kedatangan Nabi di
Madinah, terjadinya sebuah ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan
kaum Anshar yang mengikat semua orang Muslim menjadi satu kesatuan, serta
mayoritas penduduk Madinah merupakan orang-orang Yahudi. Dalam hal ini Piagam
Madinah mencakup 3 pihak yaitu kaum Anshar,Muhajirin, dan Yahudi. Pada dasarnya
Piagam Madinah menjamin hak-hak sosial maupun hak beragama bagi orang Yahudi
dan Muslim dalam menetapkan tugas.
Islam
sendiri bukan merupakan sebuah agama yang menutup diri dengan agama lain,
justru Islam merupakan agama yang membuka diri bagi setiap masyarakat. Di dalam
ajaran agama Islam selalu menekankan pada perbuatan baik dan adil, serta
senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat. Bentuk dari kerjasama
ini adalah dalam bidang penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan penyakit
sosial, dan pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan.
Namun,
dalam hal ini yang perlu digaris bawahi adalah Islam tidak menganjurkan untuk
melakukan toleransi dalam hal agama sebab hal ini diartikan sama dengan
mengakui kebenaran semua ajaran agama serta bersedia untuk mengikuti semua
ajaran-ajarannya. Hal ini tentu sangat dilarang dalam agama Islam.
2.2
CARA MENGHINDARI KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA
Banyaknya
agama yang terdapat di dalam Indonesia seringkali mengakibatkan konflik atau
permasalahan antar umat beragama, tentunya hal ini dilatar belakangi oleh
beberapa sebab diantaranya terlalu mengagungkan agama masing-masing dan
memandang rendah agama lain, tidak mampu memahami hakikat agamanya
masing-masing sehingga menimbulkan konflik. Sebagai contohnya adalah kasus bom
Bali yang menghancurkan hotel World Trade Centre, hal ini yang menyebabkan
pandangan masyarakat luar tentang terorisme selalu dilakukan oleh orang-orang
yang memeluk agama Islam selain itu muncul pula pandangan bahwa negara
Indonesia merupakan negara yang menjadi gudang terorisme hanya karena mayoritas
penduduk Indonesia adalah kaum muslim. Untuk menghadapi serta mencegah situasi
seperti yang digambarkan tersebut terdapat beberapa solusi alternatif yang bisa
dilakukan antara lain dengan mengadakan pertemuan lintas agama dengan para
pemuka agama selain untuk memupuk persaudaraan universal juga berfungsi untuk
mempererat persatuan dan kesatuan sebagai masyarakat yang beragama, memperdalam
dan memahami ajaran agama masing-masing agar tidak terjadi salah tafsir dalam
praktiknya, menghormati dan menghargai agama lain serta tidak memandang rendah
agama lain selain itu diperlukan juga sebuah pendidikan yang tidak hanya
mempertemukan beberapa anak pemeluk agama yang berbeda-beda namun juga
mencerahkan pikiran dan memungkinkannya untuk membuka diri terhadap orang lain. Bagi Pemerintah sebaiknya tidak
membeda-bedakan agama yang satu dengan agama yang lain dalam artian mampu
bersikapadil dan tidak berat sebelah.
BAB
III
3.1 Studi Kasus
Saat
ini negara Indonesia dan dunia tengah disibukkan dengan ancaman gerakan baru
yaitu ISIS yang merupakan kekuatan militer dari negara Irak dan Suriah. Tujuan
utama dari gerakan tersebut adalah untuk mendirikan negara yang berbasis Islam,
dalam gerakan tersebut juga banyak terdapat kekerasan ditambah dengan
pembantaian beberapa anggota ISIS yang terjadi di daerah Malang, NTB, Ciputat,
serta Banten. Gerakan ISIS juga menyebar teror kekerasan di publik, gerakan ini
juga menganggap ajaran yang dianutnya merupakan ajaran yang paling bena, namun
kenyataannya ajaran tersebut berada pada jalan yang sesat. Gerakan ISIS juga
disinyalir mengancam kedaulatan negara.
3.2 Analisa
Dalam kasus gerakan
ISIS yang saat ini merebak di kalangan kaum muslim memberikan ancaman yang
besar bagi masyarakat utamanya kaum muslim. Di Indonesia sendiri, gerakan ini
mulai menyebar ke beberapa wilayah dan memiliki pengikut yang lumayan banyak.
Gerakan ISIS merupakan gerakan yang ingin mendirikan sebuah negara berbasis
Islam, di kalangan pengikut ISIS menganggap bahwa ajaran kelompok mereka
merupakan ajaran yang paling benar, ditambah dengan memaksa masyarakat untuk
ikut dalam ajaran mereka.
Jelas sekali hal ini
bertentangan dengan ajaran agama Islam utamanya mengenai hal toleransi antar
umat beragama. Gerakan ISIS memilih negara Indonesia sebagai salah satu objek
dalam melancarkan gerakan dan mencari pengikut dengan beberapa alasan
diantaranya, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan
mayoritas agamanya adalah Islam.
Selain itu, kondisi
masyarakat Indonesia sangat terbuka dengan hal-hal baru dan selalu memiliki
rasa toleransi tinggi terhadap agama, hal inilah yang banyak dimanfaatkan oleh
para anggota ISIS untuk mencari pengikut yang berasal dari Indonesia. Mengenai
hal ini, memang kembali agama Islamlah yang dijadikan lumbung dari persoalan
gerakan ISIS, hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lebih parah
lagi yaitu pandangan dari agama lain yang bersifat negatif dan dikhawatirkan
akan menimbulkan konflik antar umat beragama.
3.3 Solusi
Maraknya gerakan ISIS
yang melanda Indonesia dan beberapa negara lainnya memang memberikan ancaman
yang besar bagi masyarakat dan Pemerintah sebab ISIS juga mengancam kedaulatan
sebuah negara. Oleh karen itu,diperlukan kerjasama yang cukup antara Pemerintah
dengan masyarakat.
Beberapa solusi
alternatif mengenai pencegahan gerakan ISIS adalah dengan memahami secara
keseluruhan ajaran agama yang dianut, bagi umat Islam hendaknya selalu
mengedepankan semangat ukhuwah
islamiyah dan kerukunan nasional dengan demikian tidak akan terjadi perpecahan
dan adu domba yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang dapat merugikan
umat yang lebih besar.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Agama Islam merupakan agama yang tidak menutup diri bagi agama-agama lain, selain itu ajaran
agama Islam tidak pernah memberikan anggapan kepada masyarakat bahwa ajaran
Islam merupakan sebuah ajaran yang paling benar dibandingkan dengan ajaran
agama-agama yang lain. Islam selalu menekankan pada perdamaian, serta anti
kekerasan. Melalui praktiknya di lingkungan masyarakat, Islam selalu memberikan
toleransi terhadap agama-agama lain artinya Islam senantiasa menghormati dan
menghargai pemeluk-pemeluk agama lain. Namun, Islam juga memberikan batasan
yang tegas terhadap para pemeluknya mengenai perihal toleransi yaitu tidak
diperkenankan untuk saling bertoleransi dalam hal keagamaan sebab hal ini
dianggap sama saja dengan mengakui kebenaran semua agama dan bersedia untuk
mengikuti semua ajaran-ajarannya.
4.2 Saran
Bagi para generasi muda bangsa sebaiknya lebih giat memperdalam ajaran
agama masing-masing sehingga mampu menafsirkan ajaran agamanya dengan benar dan
tidak mengandung unsur kesesatan.
Selain
itu, bagi masyarakat hendaknya tidak selalu memiliki rasa curiga yang
berlebihan terhadap agama satu dengan agama yang lain, hal ini bisa saja
menjadi pemicu utama dari konflik antar umat beragama.
DAFTAR RUJUKAN
Ajat, Sudrajat. 2008. Din Al Islam. Yogyakarta:
UNY Press
Fatih,
Abduh. Online
Hamdan, Farchan. Dari Teologi
Profesional ke Teologi Praktisi. Kompas, 15 Februari 1999
Harian Singgalang. Pergerakan
ISIS dan Dampaknya. Online
(hariansinggalang.co.id) diakses pada tanggal 30 Januari 2015
Imarah,
Muhammad. 1999. Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam
Bingkai Persatuan. Jakarta: Gema Insani Press
Tim Dosen PAI
UM. 2011. Aktualisasi Pendidikan Islam:
Respons Terhadap Problematika Kontemporer. Surabaya: Hilal Pustaka