BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau
tanggal 8 Juni 632 M. Dengan wafatnya Nabi, Umat Islam kehilangan pemimpin yang sangat
berwibawa. Karena Nabi Muhammad SAW
tidak menunjuk calon penggantinya secara pasti. Timbul
masalah siapa yang pantas memimpin Umat setelah Nabi tiada. Masalah ini berpotensi
berkembang menjadi krisis yang membahayakan kelangsungan hidup Umat Islam bila
tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Hal ini jelas terlihat pada, perdebatan dua kelompok yang merasa paling berhak untuk dicalonkan sebagai
pengganti Nabi Muhammad SAW yaitu kaum Muhajirin
dan Anshar. Kaum Muhajirin mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq,
sedangkan kaum Anshar mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti nabi
Muhammad SAW. Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat
diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya.
Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan
sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy. Alasan
tersebut dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Melihat dari masalah itu kami dari penulis mencoba untuk membahas
tentang Al-Khulafah al-Rasyadun. Tidak terlepas dari hal ini semoga makalah ini bisa membantu
kesulitan teman-teman dalam memahami tentang Al-Khulafah
al-Rasyadun.
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran pemahaman
mengenai siapa sosok Khulafa al-Rasyidin dan bagaimana proses pemerintahan
Islam pada masa lalu dalam kepemimpinan khilafah tersebut setelah
sepeninggalnya Nabi besar Muhammad SAW. Kami sangat berharap lewat makalah ini kita
dapat belajar dan menerapkan dalam keseharian kita sifat-sifat positif para
khilafah dalam memimpin umat Islam. Melalui proses menulis ini kami menjadi
lebih paham mengenai materi yang diberikan. Apalagi mahasiswa diberikan
kebebasan untuk mengexplore lewat buku referensi, dan internet seperti google,
dan blog.
Bagi dosen pribadi makalah ini dapat menjadi acuan
untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa kelas Psikologi B akan materi yang
diberikan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka beberapa permasalahan dalam penulisan makalah ini dapat kami
identifikasi. Berikut masalah dalam penyusunan makalah ini;muncul
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Al-Khulafah
al-Rasyadun’?
2. Siapa sajakah Khilafah Al-Rasyidah’?
3. Bagaimana metode & karakteristik pemerintahan
masa Al-Khulafah al-Rasydun ’?
4. Bagaimana konstribusi masing-masing khalifah
dalam pemerintahan’?
5. Apa saja peristiwa penting yang terjadi
di masa Al-Khulafah al-Rasydun‘?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Khulafah
al-Rasyadun
Secara resmi istilah Al-Khulafah
al-Rasyadun merujuk pada
empat orang khalifah pertama Islam. Al-Khulafah al-Rasyadun menurut bahasa artinya para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari
Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para khalifah (pemimpin umat Islam)
yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepala negara (pemerintah)
setelah Rasulullah SAW wafat.
Rasulullah SAW meninggal dunia
tidak hanya sebagai seorang Nabi yang diutus Allah SWT untuk menyampaikan
risalah agama Islam, namun lebih dari itu Beliau juga seorang kepala negara
yang memimpin suatu negara. Oleh karena itu, jabatannya sebagai kepala pemerintahan
harus ada yang menggantikannya.
Maka setelah Rasulullah wafat, para sahabat Muhajirin maupun
sahabat Anshor berkumpul untuk bermusyawarah mengangkat seorang pemimpin
diantara mereka. Pengangkatan seorang pemimpin yang dilakukan sesudah wafatnya
Nabi ialah atas dasar musyawarah secara demokratis, inilah yang disebut
Khulafaur Rasyidin. Jumlahnya ada 4 orang, yaitu:
1.
Abu Bakar as Shiddiq
2.
Umar bin Khatab
3.
Usman bin Affan
4.
Ali bin Abi Thalib
Sesudah Ali bin Abi Thalib, para
pemimpin umat Islam (khalifah) tidak termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka
merubah sistem dari pemilihan secara demokratis menjadi kerajaan, yaitu
kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan seperti halnya dalam sistem
kerajaan.
B. Pemerintahan pada Masa
Al-Khulafah al-Rasyadun
(Khilafah Rasyidah 650-1000
M)
Khilafah Rasyidah
sebagaimana kita ketahui merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang
diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis. Berikut jelasnya
metode, karakteristik dan pencapaian masing-masing khilafah dalam menjalankan
pememerintahannya yang akan dijelaskan lebih lanjut di sub bab pembahasan
berikut.
1. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (632-634
M)
Kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq dimulai
setelah dilakukan dua bai’at. Pertama, bai’at dilakukan oleh kalangan terkemuka
dari kalangan Muhajirin dan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah, dan Kedua, bai’at
umum yang dilakukan oleh umat islam yang hadir di masjid. Menjelang shalat
Isya’, setelah pemakaman Rasulullah saw, kemudian Abu Bakar Ash Shiddiq naik ke
mimbar dan berkhotbah yang pertama di dalam kedudukannya sebagai Khalifah.
Sebagai pemimpin umat Islam
setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang
dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin
yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Masalah
utama yang dihadapi Khalifah Abu Bakar adalah bahaya kehancuran Umat. Nabi
sudah tiada, maka kabilah-kabilah Arab satu-persatu memisahkan diri dari ikatan
Umat. Berjiwa sangat independen, kabilah-kabilah Arab itu hanya mau tunduk
kepada Nabi. Dalam situasi krisis demikian, Abu Bakar membuktikan dirinya
sebagai pemimpin yang cakap, tegas namun dalam keadaan sesulit apapun tetap
berkepala dingin. Semua kabilah Arab yang melakukan perlawanan dalam waktu singkat
dapat ditundukkannya kembali.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia
meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang
tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Diantaranya ialah tentang penolakan Zakat dan
Nabi palsu. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat.
Suku yang menolak zakat ialah Abs dan Zubyan.
Penolakan mereka didasarkan karena mereka menganggap bahwa zakat merupakan
upeti yang tidak berlaku lagi ketika nabi saw wafat. Di samping itu, mereka
juga menunjukkan sikap politik pembangkangan, yaitu mereka menyatakan tidak
tunduk lagi kepada Abu Bakar. Akhirnya, diadakan lah musyawarah yang diakhiri
para sahabat besar untuk mengatasi para pembangkang. Dalam musyawarah tersebut
muncul dua pendapat. Pertama,membiarkan
mereka dan diharapkan dapat membantu umat islam dalam menghadapi musuh lain dan
berati mentolelir pembangkangan. Kedua, memerangi musuh mereka berarti
tidak mentolelir pembangkangan dan sekaligus menambah musuh umat Islam. Umar
cenderung untuk tidak memerangi mereka, sedangkan Abu Bakar bersikukuh akan
memerangi mereka.
Permasalahan
Nabi palsu juga menghiasi problema pada masa kepemimpinan Abu Bakar. Yaitu
Musailamah al Kadzdzab dan beberapa suku yang murtad. Merekalah yang mengaku
sebagai Nabi. Karena sikap keras kepala dan penentangan suku-suku
bangsa Arab yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang
melawan kemurtadan).
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu
Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda
pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga
Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya
bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam
negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Awal tahun 634 Abu Bakar memerintahkan dimulainya
operasi militer dengan sasaran Palestina, Syria, Syam dan Iraq menghadapi
tentara Romawi Timur (Byzantium) yang tangguh.Maka sebagian besar tentara Islam
dialihkan dari Iraq ke Syiria untuk memperkuat pasukan yang sudah ada di
sana.Pertempuran terjadi di Ajnadain, kurang lebih 20 mil sebelah Barat
Jerusalem, sekitar bulan Juli – Agustus 634, yang secara meyakinkan dimenangkan
oleh tentara Islam, dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid. Khalid ibn Al-Walid
adalah jenderal yang banyak berjasa dalam berbagai perang salah
satunya Perang Riddah berkat keberanian dan kecakapannya.
Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat
menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan
empat jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan
Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.
Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak,
dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria..
Kabar kemenangan di Ajnadain membawa suasana gembira di
hari-hari terakhir khalifah Abu Bakar. Ia wafat tanggal 23 Agustus 634 Mpada
usia 63 tahun. Sebelumnya, melalui musyawarah dengan pembantu-pembantu
terdekatnya ia menetapkan Umar bin Khatab sebagai penggantinya. Dalam kenangan
Umat Islam, Khalifah pertama Abu Bakar Sidiq adalah pemimpin yang arif
bijaksana, sederhana dan baik hati. Kesetiaannya kepada Nabi dan kepada Umat
tidak pernah goyah. Dalam keadaan segawat apapun ia tidak pernah kehilangan
ketenangan dan keteguhan hatinya. Dengan tegas namun tetap dengan kepala dingin
ia bertindak terhadap kabilah-kabilah Arab yang meninggalkan Umat setelah Nabi
wafat. Memang kepemimpinannya tidak berlangsung lama tetapi jasanya sungguh
besar. Ia menyelamatkan Umat dari perpecahan dan kehancuran. Selanjutnya dengan
melancarkan operasi ke Palestina, Syiria dan Iraq ia telah meletakkan dasar
untuk imperium Islam.
Selama dua tahun masa kepemimpinan
Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang
sosial, budaya dan penegakan hukum. Pengumpulan Mushaf Al Qur’an pun dilakukan
setelah terjadinya perang Yamamah yang mengakibatkan kurang lebih 1200 tentara
islam gugur. Awalnya, Abu Bakar menolak usulan dari Sahabat Umar ini karena
tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, tapi dengan melihat
keadaan islam pada saat itu, dan dengan argumentasi yang dipertahankan oleh
Umar, akhirnya Abu Bakar pun setuju. Selama masa kepemimpinannya pula,
Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium.
2. Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M)
Penetapan Umar bin Khattab sebagai Khalifah tidak ada
yang menentang, baik dari pihak Ali bin Abi Talib maupun dari pihak kaum
Anshar. Maka Umar dapat menjalankan kebijaksanaannya tanpa khawatir akan adanya
hambatan dari dalam. Masa kepemimpinannya tercatat dalam sejarah Islam sebagai
masa yang sangat membanggakan. Mesir dan Syria dapat ditundukkan. Demikian juga
kekuasaan Persia sepertinya dengan mudah dapat ditumbangkan. Maka Khalifah
kedua dihadapkan kepada masalah bagaimana menjalankan pemerintahan dalam
wilayah yang dengan cepat bertambah luas dan dengan penduduknya yang majemuk.
Namun Umar membuktikan diri seorang pemimpin dan negarawan yang cakap. Dalam masa kepemimpinannya-lah Imperium Islam terwujud.
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah
kekuasaan) pertama terjadi; Kemenangan
di Ajnadain disusul dengan jatuhnya Damascus ke tangan tentara Islam, September
635. Kaisar Romawi Timur (Byzantium), Herachlius
mengarahkan kekuatan militer yang besar untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Syiria. Menghadapi keadaan demikian. Khalid bin Walid
mundur ke Selatan, bahkan Damascus ditinggalkannya. Akhirnya dua kekuatan besar
berhadapan di tepi sungai Yarmuk, tentara Romawi di Utara, tentara Islam dengan
jumlah lebih kecil, di Selatan. Pertempuran pecah dengan hebatnya tanggal 20
Agustus 636, diakhiri dengan kemenangan besar di pihak tentara Islam. Buktilagi
tentang keberanian dan kepiawaian Khalid bin Walid sebagai panglima perang,
yang oleh Nabi sendiri dijuluki “seifullah”, pedang Allah. Setelah Yarmuk, kota
demi kota menyerah tanpa perlawanan. Penyerahan
Jerusalem diterima langsung oleh Klhalifah Umar sendiri, akhir 637 atau awal
638 . Tahun itu juga Caecarea, benteng Romawi terakhir di Palestina
ditaklukkan. Dengan demikian berakhirlah perang Syria. Sementara itu Umar
memberhentikan Khalid sebagai panglima; tindakan yang nampaknya seolah-olah
tidak menghargai jasa-jasa Khalid, apalagi setelah kemenangan besar di Yarmuk.
Rupanya telah terjadi kekejaman dan korupsi yang menjadi tanggung jawab Khalid,
dan Umar yang terkenal tegas dan jujur menuntut standar yang seintggi tingginya
dari para pembantunya. Dengan
memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan
‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, Ibu Kota Mesir, ditaklukkan tahun
641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Setelah itu ekspansi dilanjutkan
ke Negara Iraq. Untuk mempertahankan
Iraq, kekaisaran Persia mengerahkan tentaranya dalam kekuatan besar. Namun gerak
maju tentara Islam tidak terbendung. Dalam pertempuran empat hari di dataran
Kadisiya tahun 637, tentara Persia menderita kekalahan telak. Ibu kota Persia, Ctesiphon diduduki tentara Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pula di tahun yang sama. Kemudian tahun 642, tentara
Persia menderita kekalahan lagi dalam pertempuran di Nihavand, kekalahan yang
merupakan pukulan terakhir bagi Persia dan meruntuhkannya. Sementara itu Panglima Amr bin al-As, setelah mendapat
lampu hijau dari Khalifah Umar, bergerak ke Barat dengan sasaran Mesir yang
masih dikuasai Byzantium (Romawi Timur). Markas
tentara Romawi di Heliopolis, direbut tahun 640. Tahun 641, garnisun Romawi di
Babylon menyerah. Alexandria, pusat pemerintahan Romawi di Mesir, diduduki
September 642. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Byzantium di Syria,
Palestina dan Mesir. Dalam waktu bersamaan,
Persia mengalami nasib sama di Iraq, bahkan setelah pertempuran di Nihavand,
imperium Persia sudah runtuh. Pada tahun
641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian
besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan
Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai
diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jabatan
kepolisian dibentuk. Demikian pula jabatan
pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan
menciptakan tahun hijrah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M).
Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari
Persia bernama Abu Lu’lu’ah sebagai pembalasan
dendam Persia yang ditaklukkan. Tepatnya tanggal 4 November 644, ketika Umar
memimpin shalat berjama’ah di mesjid, Abu Lulu’a, menyerbu maju dan menikamnya
enam kali dari belakang. Khalifah Umar bin Khattab
wafat pada usia 53 tahun. Untuk
menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Di saat-saat terakhir ditunjuknya Shura untuk
memilih Khalifah berikutnya. Shura menunjuk Enam orang diantaranya adalah Usman, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah Umar
wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah,
melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
Pemimpin bergaya lugas, tegas tetapi juga bijak dan arif.
Negarawan yang cakap, mampu mengelola pemerintahan dengan wilayah kekuasaan
yang membentang dari Mesir sampai Persia, dengan penduduknya yang majemuk.
Sifat dan perilakunya yang sederhana, bersahaja tidak berubah, sekalipun
memegang tampuk kekuasaan tertinggi imperium yang didirikannya. Itulah Khalifah
II, Umar bin Khattab, pemimpin dengan gelar yang amat pantas, Amirul Mu’minin.
3. Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M)
Shura yang ditunjuk
oleh Khalifah Umar dengan proses musyawarah
bersama keenam orang yang ditunjuk akhirnya memilih
Utsman bin Affan sebagai Khalifah III. Hartawan, rupawan dan elegan, Utsman bukan orang kuat, bahkan dapat dikatakan lemah,
tidak tegas, tetapi dari keluarga Mekah yang sangat berpenggaruh, Bani Umaya. Untuk ketiga kalinya
Ali bin Talib tersisihkan. Kepemimpinan Usman memang sangat
berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam
usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut.
Di
masa pemerintahan Utsman (644-656
M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia,
Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti
sampai di sini.
Pemerintahan
Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Salah
satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Utsman
adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman
hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk
dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu.
Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga
tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman
sendiri.
Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang
penting. Utsman berjasa membangun bendungan
untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas
masjid Nabi di Madinah.
Masa kepemimpinan Utsman 644-656, sebenarnya tidak sepi dari keberhasilan, Khurasan
ditaklukkan tahun 651-653. Demikian juga Armenia, tahun 653-655. Maka terjadi
perluasan wilayah, batasnya sudah mencapai sampai Oxus. Kitab suci Al Qur’an
dibakukan, dengan diresmikannya Mushaf Utsman bin Affan sebagai satu-satunya versi Al Qur’an yang sah.
Versi-versi lainnya dimusnahkan. Tetapi Utsman tidak mampu memelihara persatuan dan kesatuan Umat.
Kebijakan-kebijakannya dalam menjalankan pemerintahan banyak menimbulkan
ketidak puasan dan ditentang oleh berbagai kalangan, juga oleh kalangan
tentara. Ketidak-puasan makin meluas, dan akhirnya memuncak menjadi
pemberontakan terbuka. Bulan Juni 656 Khalifah Utsman bin Affan wafat, dibunuh oleh pemberontak. Para
pemberontak yang
terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain
dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak
memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya
berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman. Pembunuhan Khalifah III, yang dilakukan oleh sesama
Muslim memicu reaksi berantai yang berdampak dalam dunia Islam hingga sekarang.
Setelah Utsman wafat, masyarakat
beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah.
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-660 M)
Ali memerintah hanya enam tahun.
Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa
sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah
menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh
Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran
mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk
dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali
sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah
diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn
Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka,
Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap
darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali
menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya
mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan
tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini
dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta),
karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan
lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan
Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah
menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi
tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya
golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut) Ali, dan
al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Perlawanan terus menjadi-jadi dari pihak al-Khawarij
sehingga Januari 661, Ali dibunuh ketika memasuki mesjid di
Kufa, Khalifah ketiga yang wafat karena pembunuhan. Usianya waktu itu sudah
melampaui 60 tahun. Sejak usia remaja, Ali adalah pengikut Nabi yang setia. Prajurit ulung yang
keberaniannya dalam pertempuran serta kemampuannya sebagai panglima disegani
oleh lawan dan kawan. Tetapi bukan negarawan yang cakap, sehingga gagal dalam
percaturan politik menghadapi Mu’awiya, dan tidak mampu menundukan kaum
Khawarij. Di sisi lain Ali adalah pribadi dengan integritas moral tanpa cacat.
Bagi pengikutnya hanya Ali yang diakui sebagai Khalifah yang sah, sedangkan
Khalifah 2 sebelumnya dianggap telah merampas hak Ali, oleh karena itu
kepemimpinannya tidak sah. Apalagi setelah wafat, Ali dikenang sebagai Imam,
pemimpin yang tingkatnya hanya sedikit di bawah Nabi sendiri. Makanya di Najaf, enam mil di sebelah Barat Kufa,
setiap tahun ramai dikunjungi ribuan peziarah kaum Shi’ah. Dengan wafatnya Ali,
tidak ada lagi tantangan bagi Mu’awiya. Bahkan sebelumnya pun, Juli 660,
Mu’awiya sudah dinyatakan sebagai Khalifah di Jerusalem. Tentu saja kaum Shi’ah
tidak mengakuinya.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian
dijabat oleh anaknya, Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena tentara
pengikut Hasan lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat
perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam
satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Di sisi
lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam
Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun
jama’ah (‘am jama’ah). De ngan demikian berakhirlah masa yang disebut
dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam
sejarah politik Islam.
C.
Peristiwa
Penting di Masa Al-Khulafah al-Rasydun
Berikut
peristiwa-peristiwa penting pada masa kepemimpinan Khulafah Rasyidun :
1. Abu bakar ash-Shiddiq
y
Nabi Muhammad SAW wafat
y
Abu bakar di baiat menjadi khalifah pertama
y
Memerangi orang-orang murtad
y
Menumpas nabi-nabi palsu
y
Memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat
y
Menunjuk Zaid bin Tsabit untuk membuat suatu kumpulan Al-Qur’an
y
Mengirim tentara islam ke Irak dan menaklukkan Hirah di bawah pimpinan
Musanna dan Khalid bin Walid
y
Mengutus Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyan, Amr bin Ash dan Syurahbil
untuk menaklukan Syiria
y
Abu bakar meninggal pada hari senin, 23 agustus 624 M, setelah lebih
kurang selama 15 hari ia terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan
masa kekhalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari
2. Umar bin Khattab
y
Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah ke dua setelah Abu Bakar
Ash-Shiddiq
y
Pada tahun 635 M, menaklukan ibu kota Syiria yaitu Damaskus
y
Pada tahun 636 M, seluruh wilayah Syiria jatuh ke tangan kaum muslimin,
setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai
Yordania
y
Mengganti panglima perang dari Khalid bin Walid menjadi Abu Ubaidah bin
Jarrah
y
Melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinnisrin, Laziqiyah dan Aleppo di
bawah pimpinan Abu Ubaidah
y
Menaklukan Baysan dan Yerussalem di bawah pimpinan Surahbil dan Amr bin
Ash
y
Pada tahun 18H, mengirim 4.000 pasukan muslim di bawah pimpinan Amr bin
Ash dan Merebut kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian utara (mesir)
serta menduduki kota Aris tanpa
perlawanan
y
Menundukkan Pelusium (Al-farama), pelabuhan di pantai laut tengah yang
merupakan pintu gerbang ke Mesir dengan mengepung kota itu selama satu bulan tepatnya
pada tahun 19 M
y
Menaklukkan kota Babilon pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung
y
Menaklukkan ibu kota mesir Iskandaria, setelah mengepung selama empat
bulan di bawah pimpinan Ubadah bin Samit sehingga Cyrus, pemimpin Romawi di
Mesir mengajak damai dengan pasukan muslim setelah melihat kebesaran dan
kesungguhan pasukan muslimun untuk menguasai Mesir. Adapun isi perjanjian
tersebut ialah :
A.
Setiap warga Negara diminta untuk membayar pajak perorangan sebanyak 2
dinar setiap tahun
B.
Gencatan senjata akan berlangsung selama 7 bulan
C.
Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan
pasukan Yunani tidak akan menyerang Iskandariah dan harus menjauhkan diri dari
permusuhan
D.
Umat islam tidak akan menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri
urusan umat Kristen
E.
Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandariah dengan membawa harta
benda dan uang, mereka akan membayar pajak perseorangan selama satu bulan
F.
Umat Yunani harus tetap tinggal di Iskandariah
G.
Umat islam harus menjaga 150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai
sandera sampai batas waktu dari perjanjian ini dilaksanakan
y
Memindahkan ibu kota Mesir (Iskandariah) ke kota baru yang bernama
Fustat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H
y
Dengan Syiria sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia
utara, Georgia dan Azerbaijan menjadi terbuka
y
Melakukan serangan-serangan kilat terhadap asia kecil selama
bertahun-tahun setelah itu
y
Mengirim pasukan di bawah Sa’ad bin Abi Waqqas untuk menundukkan kota
Qadisiah dalam perang Qadisiah tahun 637 M, kemenangan yang diraih di wilayah
itu membuka jalan bagi gerak maju tentara muslim ke daratan Eufrat dan Trigis
y
Menguasai ibu kota Persia, Ctesiphon (madain) yang letaknya di tepi
sungai Trigis pada tahun 637 M, setelah mengepung selama dua bulan, Yazdagrid
III (raja Persia) melarikan diri
y
Mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz
pada tahun 22 H
y
Pada tahun 641 M/22 H seluruh wilayah Persia berhasil dikuasai
seluruhnya
y
Menaklukan Isfahan, Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput
dari kepungan pasukan muslim
y
Dengan perbandingan 6:1 tentara muslim dapat menaklukkan tentara Persia
sehingga menyebabkan Persia menderita kerugian besar, kaum muslimin menyebut
kemenangan ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh)
y
Mendirikan baitul mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara
untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dan
menyelanggarakan “hisbah”, membentuk “syura” (komisi pemilih)
y
Seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah secara
tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam kearah Umar di pagi buta,
sehingga Umar terluka parah dan ia wafat tiga hari setelah peristiwa itu
tepatnya 1 muharram 23 H/644 M, kalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6
bulan 4 hari
3. Utsman bin Affan
y
Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah ke tiga setelah Umar bin
Khoththob
y
Pertempuran “zatis sawari” (peperangan tiang kapal), yang terjadi di
laut tengah dekat kota Iskandariyah, antara tentara Romawi di bawah pimpinan
Kaisar Constantin dengan laskar muslim pimpinan Abdullah bin Abi Sarah. Dinamakan
perang kapal karena banyaknya kapal-kapal yang digunakan dalam perang itu yaitu
1000 buah kapal, 200 buah kapal milik kaum muslimun dan 800 buah kapal milik
tentara Romawi, akan tetapi pasukan muslim berhasil mengusir tentara Romawi
y
Menyusun kitab suci Al-Qur’an yang di ketuai Zaid bin Tsabit, sedangkan
yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an adalah Hafsah (salah seorang istri
nabi)
y
Terjadinya pemberontakan dan pembangkangan di dalam negeri yang
dilkukan oleh orang-orang yang kecewa
dengan keputusan atau kebijakan-kebijakan Utsman. Diantaranya :
A.
Mengangkat Marwan bin Hakam, sepupu Utsman yang dituduh sebagai orang
yang mementingkan diri sendiri dan suka intrik menjadi sekretaris utamanya,
maka segera timbul mosi tidak percaya dari rakyat.
B.
Menempatkan Muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullah bin Sa’ad
masing-masing sebagai gubernur Suriah, Irak, dan Mesir, sangat tidak disukai
oleh umum. Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat Utsman memperoleh
harta pribadi dengan mengorbankan kekayaan umum dan tanah Negara. Hakam, ayah
Marwan mendapatakan tanah fadah, Marwan sendiri menyalahgunakan harta baitul
mal, Muawiyah mengambil alih tanah Negara Suriah dan Utsman mengizinkan
Abdullah untuk mengambil seperlima dari harta rampasan perang Tripoli untuk
dirinya dan lain-lainnya
y
Di Kufah dan Basrah, yang dikuasai oleh Thalhah dan Zubair, rakyat
bangkit menentang gubernur yang diangkat oleh Utsman
y
Di mesir, pemberontakan berhasil mengusir gubernur yang diangkat Utsman,
lalu mereka yang terdiri dari 600 orang mesir berarak-arakan menuju Madinah.
Para pemberontak dari Basrah dan Kufah bertemu dan menggabungkan diri dengan
kelompok mesir. Mereka menuntut Utsman untuk mengganti gubernur mesir, dan
Utsman mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagi gubernur Mesir
y
Para pemberontak mengepung rumah Utsman dan membunuhnya, ketika itu
Utsman sedang membaca Al-Qur’an pada tahun 35 H/17 Juni 656 M
4. Ali bin Abi Thalib
y
Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah ke empat setelah Utsman bin
Affan
y
Utsman bin Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah menggantikan Ibnu
Amir, dan Qais bin Sa’ad menggantikan Abdullah sebagai gubernur Mesir, gubernur
Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakkan jabatan, tetapi ia menolak perintah
Ali, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya
y
Terjadinya perang jamal (perang unta) pada tahun 36 H, karena dalam
pertempuran tersebut Aisyah, istri nabi SAW mengendarai unta, dan dalam
pertempuran tersebut sebanyak 20.000 kaum muslimun gugur
y
Pemindahan pusat kekuasaan islam dari Madinah ke kota Kufah
y
Terjadinya perang antara pasukan Ali dengan Muawiyah di kota tua Siffin,
dekat sungai Eufrat, pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan
untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah,
dengan 7.000 pasukanya terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat Al-Qur’an
sebagai tanda damai
y
Lahirnya golongan Khawarij (orang-orang yang keluar dari golongan Ali)
yang berjumlah 12.000 orang dan bermarkas di Nahrawan
y
Pada 17 ramadhan 40 H (661 M), khalifah Ali terbunuh, pembunuhnya adalah
Ibnu Muljam, seorang anggota khawarij yang sangat fanatik
y
Dan pada tanggal 20 ramadhan 40 H, masa kekhalifaan Ali berakhir
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa
kekuasaan Al Khilafah Al Rasyidun yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq
hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan islam yang berhasil dalam
mengembangakan wilyah islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan
dasar agama islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya
diteruskan oleh para Al Khulafah Al Rasyidun. Penegembangan agama islam yang
dilakukan yang dilakukan pemerintahan Al Khulafah Al Rasyidun dalam waktu yang
relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang. Dari hanya wilayah
Arabia, ekspansi kekuasaan islam menembus ke luar Arabia memasuki
wilayah-wilayah Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus ke Bizantium dan
Hindia.
Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat
kekuasaan, dalam waktu tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan
dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman politik yang
memadai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu
demikan cepat, antara lain sebagai berikut :
1.
Islam,
2.
Terdapat keyakinan dalam dada para sahabat nabi SAW tentang kewajiban
dakwah
3.
Mundurnya kekuatan Bizantium dan Persia
4.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium
5.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan
toleran
6.
Bangsa Sami di Syiria dan Palestina, dan bangsa Hami di Mesir memandang
bangsa Arab lebih dekat kepada mereka dari pada bangsa lainya
7.
Mesir, Syiria, dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya
Banyaknya kemajuan peradaban yang telah dicapai, yaitu
munculnya gerakan pemikiran dalam islam, seperti:
1.
Menjaga keutuhan Alqur’an dan mengumpulkanya dalam bentuk mushaf pada
masa Abu Bakar
2.
Memberlakukan mushaf standar pada masa Usman
3.
Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi
kebodohan berislam
4.
Pihak orientalis (yang tidak senang dengan islam) mempelajari fenomena
“futuhat al-islamiyah” dan menafsirkanya
5.
Islam pada masa itu tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan Negara,
antara da’i maupun panglima
Selain itu terbentuknya organisasi Negara atau
lembaga-lembaga yang dimiliki pemerintahan kaum muslimin sebagai pendukung
kemaslahatan kaum muslimun. Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “tarikh al-islam
as-siyayi” menjelaskan bahwa organisasi-organisasi tersebut ialah :
1.
Lembaga politik; lembaga politik “khilafah” (jabatan kepala Negara),
“wizarah” (kementrian Negara), dan “khitabah” (sekretaris Negara)
2.
Lembaga tata usaha Negara
y
Idaratul aqalim (pengelolahan pemerintahan daerah)
y
Diwan (pengurusan departemen), seperti: diwan kharaj (kantor urusan
keuangan), diwan rasail (kantor urusan arsip), diwanul barid (kantor urusan
pos), diwan syurtah (kantor urusan kepolisian), dll
y
Lembaga keuangan Negara
y
Lembaga kehakiman Negara, seperti: qadhi (pengadilan negeri), madhalim
(pengadilan banding), hisabah (pengadilan perkara yang bersifat lurus dan
terkadang juga perkara pidana yang memerlukan pengurusan segera)
B.
Saran
Meskipun
dalam konteks masa kekhalifahan dinilai sukses, namun masih ada beberapa hal
yang minus dari kepemimpinan para khulafah, seperti perang sesama kaum muslimin
yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib sehingga menewaskan banyak
kaum muslimun.
Pada masa khalifah Utsman juga terdapat politik KN
(kolusi dan nepotisme) yang mana pada saat itu Utsman mengutus para sanak
familinya untuk menduduki kursi kepemimpinan yang akibatnya kondisi politik
umat muslim menjadi kacau, serta yang paling ironis adalah puncak perpecahan
umat muslim disebabkan penagangkatan Muawiyah sebagai gubernur Syiria. Hingga
akhirnya Muawiyah pulalah yang mengakibatkan berakhirnya masa Al Khulafah Al
Rasyidun.
Adalah tugas kita selaku generasi Ulul Albab untuk
lebih memahami sejarah masa lalu dan belajar banyak dari kepemimpinan para
Khulafah al-Rasyidun dengan mengambil segi positif karakter kepemimpinannya dan
meninggalkan segi yang batil/negative.
POSTED BY: ARSHO PC
0 komentar:
Posting Komentar