Pages

Sabtu, 01 Februari 2014

Khulafaur Rasyidin


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni 632 M. Dengan wafatnya Nabi, Umat Islam kehilangan pemimpin yang sangat berwibawa. Karena Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya secara pasti. Timbul masalah siapa yang pantas memimpin Umat setelah Nabi tiada. Masalah ini berpotensi berkembang menjadi krisis yang membahayakan kelangsungan hidup Umat Islam bila tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Hal ini jelas terlihat pada, perdebatan dua kelompok yang merasa paling berhak untuk dicalonkan sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW yaitu kaum Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq, sedangkan kaum Anshar mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti nabi Muhammad SAW. Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy. Alasan tersebut dapat diterima oleh kedua belah pihak.
            Melihat dari masalah itu kami dari penulis mencoba untuk membahas tentang Al-Khulafah al-Rasyadun. Tidak terlepas dari hal ini semoga makalah ini bisa membantu kesulitan teman-teman dalam memahami tentang Al-Khulafah al-Rasyadun.
B.     Tujuan dan Manfaat Penulisan
              Selain untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran pemahaman mengenai siapa sosok Khulafa al-Rasyidin dan bagaimana proses pemerintahan Islam pada masa lalu dalam kepemimpinan khilafah tersebut setelah sepeninggalnya Nabi besar Muhammad SAW. Kami sangat berharap lewat makalah ini kita dapat belajar dan menerapkan dalam keseharian kita sifat-sifat positif para khilafah dalam memimpin umat Islam. Melalui proses menulis ini kami menjadi lebih paham mengenai materi yang diberikan. Apalagi mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengexplore lewat buku referensi, dan internet seperti google, dan blog.
              Bagi dosen pribadi makalah ini dapat menjadi acuan untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa kelas Psikologi B akan materi yang diberikan.
C.    Rumusan Masalah
              Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka beberapa permasalahan dalam penulisan makalah ini dapat kami identifikasi. Berikut masalah dalam penyusunan makalah ini;muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari Al-Khulafah al-Rasyadun’?
2.      Siapa sajakah Khilafah Al-Rasyidah’?
3.      Bagaimana metode & karakteristik pemerintahan masa Al-Khulafah al-Rasydun  ’?
4.      Bagaimana konstribusi masing-masing khalifah dalam pemerintahan’?
5.      Apa saja peristiwa penting yang terjadi di masa Al-Khulafah al-Rasydun‘?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Al-Khulafah al-Rasyadun
              Secara resmi istilah Al-Khulafah al-Rasyadun merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam. Al-Khulafah al-Rasyadun menurut bahasa artinya para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat.
              Rasulullah SAW meninggal dunia tidak hanya sebagai seorang Nabi yang diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah agama Islam, namun lebih dari itu Beliau juga seorang kepala negara yang memimpin suatu negara. Oleh karena itu, jabatannya sebagai kepala pemerintahan harus ada yang menggantikannya.
              Maka setelah Rasulullah wafat, para sahabat Muhajirin maupun sahabat Anshor berkumpul untuk bermusyawarah mengangkat seorang pemimpin diantara mereka. Pengangkatan seorang pemimpin yang dilakukan sesudah wafatnya Nabi ialah atas dasar musyawarah secara demokratis, inilah yang disebut Khulafaur Rasyidin. Jumlahnya ada 4 orang, yaitu:
1.      Abu Bakar as Shiddiq
2.      Umar bin Khatab
3.      Usman bin Affan
4.      Ali bin Abi Thalib
              Sesudah Ali bin Abi Thalib, para pemimpin umat Islam (khalifah) tidak termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka merubah sistem dari pemilihan secara demokratis menjadi kerajaan, yaitu kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan seperti halnya dalam sistem kerajaan.
B.       Pemerintahan pada Masa Al-Khulafah al-Rasyadun (Khilafah Rasyidah 650-1000 M)
              Khilafah Rasyidah sebagaimana kita ketahui merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis. Berikut jelasnya metode, karakteristik dan pencapaian masing-masing khilafah dalam menjalankan pememerintahannya yang akan dijelaskan lebih lanjut di sub bab pembahasan berikut.
1.      Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (632-634 M)
Kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq dimulai setelah dilakukan dua bai’at. Pertama, bai’at dilakukan oleh kalangan terkemuka dari kalangan Muhajirin dan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah, dan Kedua, bai’at umum yang dilakukan oleh umat islam yang hadir di masjid. Menjelang shalat Isya’, setelah pemakaman Rasulullah saw, kemudian Abu Bakar Ash Shiddiq naik ke mimbar dan berkhotbah yang pertama di dalam kedudukannya sebagai Khalifah.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Masalah utama yang dihadapi Khalifah Abu Bakar adalah bahaya kehancuran Umat. Nabi sudah tiada, maka kabilah-kabilah Arab satu-persatu memisahkan diri dari ikatan Umat. Berjiwa sangat independen, kabilah-kabilah Arab itu hanya mau tunduk kepada Nabi. Dalam situasi krisis demikian, Abu Bakar membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang cakap, tegas namun dalam keadaan sesulit apapun tetap berkepala dingin. Semua kabilah Arab yang melakukan perlawanan dalam waktu singkat dapat ditundukkannya kembali.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Diantaranya ialah tentang penolakan Zakat dan Nabi palsu. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat.
Suku yang menolak zakat ialah Abs dan Zubyan. Penolakan mereka didasarkan karena mereka menganggap bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika nabi saw wafat. Di samping itu, mereka juga menunjukkan sikap politik pembangkangan, yaitu mereka menyatakan tidak tunduk lagi kepada Abu Bakar. Akhirnya, diadakan lah musyawarah yang diakhiri para sahabat besar untuk mengatasi para pembangkang. Dalam musyawarah tersebut muncul dua pendapat. Pertama,membiarkan mereka dan diharapkan dapat membantu umat islam dalam menghadapi musuh lain dan berati mentolelir pembangkangan. Kedua, memerangi musuh mereka berarti tidak mentolelir pembangkangan dan sekaligus menambah musuh umat Islam. Umar cenderung untuk tidak memerangi mereka, sedangkan Abu Bakar bersikukuh akan memerangi mereka.
Permasalahan Nabi palsu juga menghiasi problema pada masa kepemimpinan Abu Bakar. Yaitu Musailamah al Kadzdzab dan beberapa suku yang murtad. Merekalah yang mengaku sebagai Nabi. Karena sikap keras kepala dan penentangan suku-suku bangsa Arab yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Awal tahun 634 Abu Bakar memerintahkan dimulainya operasi militer dengan sasaran Palestina, Syria, Syam dan Iraq menghadapi tentara Romawi Timur (Byzantium) yang tangguh.Maka sebagian besar tentara Islam dialihkan dari Iraq ke Syiria untuk memperkuat pasukan yang sudah ada di sana.Pertempuran terjadi di Ajnadain, kurang lebih 20 mil sebelah Barat Jerusalem, sekitar bulan Juli – Agustus 634, yang secara meyakinkan dimenangkan oleh tentara Islam, dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid. Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam berbagai perang salah satunya Perang Riddah berkat keberanian dan kecakapannya.
Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria..
Kabar kemenangan di Ajnadain membawa suasana gembira di hari-hari terakhir khalifah Abu Bakar. Ia wafat tanggal 23 Agustus 634 Mpada usia 63 tahun. Sebelumnya, melalui musyawarah dengan pembantu-pembantu terdekatnya ia menetapkan Umar bin Khatab sebagai penggantinya. Dalam kenangan Umat Islam, Khalifah pertama Abu Bakar Sidiq adalah pemimpin yang arif bijaksana, sederhana dan baik hati. Kesetiaannya kepada Nabi dan kepada Umat tidak pernah goyah. Dalam keadaan segawat apapun ia tidak pernah kehilangan ketenangan dan keteguhan hatinya. Dengan tegas namun tetap dengan kepala dingin ia bertindak terhadap kabilah-kabilah Arab yang meninggalkan Umat setelah Nabi wafat. Memang kepemimpinannya tidak berlangsung lama tetapi jasanya sungguh besar. Ia menyelamatkan Umat dari perpecahan dan kehancuran. Selanjutnya dengan melancarkan operasi ke Palestina, Syiria dan Iraq ia telah meletakkan dasar untuk imperium Islam.
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Pengumpulan Mushaf Al Qur’an pun dilakukan setelah terjadinya perang Yamamah yang mengakibatkan kurang lebih 1200 tentara islam gugur. Awalnya, Abu Bakar menolak usulan dari Sahabat Umar ini karena tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, tapi dengan melihat keadaan islam pada saat itu, dan dengan argumentasi yang dipertahankan oleh Umar, akhirnya Abu Bakar pun setuju. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium.
2.      Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M)
Penetapan Umar bin Khattab sebagai Khalifah tidak ada yang menentang, baik dari pihak Ali bin Abi Talib maupun dari pihak kaum Anshar. Maka Umar dapat menjalankan kebijaksanaannya tanpa khawatir akan adanya hambatan dari dalam. Masa kepemimpinannya tercatat dalam sejarah Islam sebagai masa yang sangat membanggakan. Mesir dan Syria dapat ditundukkan. Demikian juga kekuasaan Persia sepertinya dengan mudah dapat ditumbangkan. Maka Khalifah kedua dihadapkan kepada masalah bagaimana menjalankan pemerintahan dalam wilayah yang dengan cepat bertambah luas dan dengan penduduknya yang majemuk. Namun Umar membuktikan diri seorang pemimpin dan negarawan yang cakap. Dalam masa kepemimpinannya-lah Imperium Islam terwujud.
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; Kemenangan di Ajnadain disusul dengan jatuhnya Damascus ke tangan tentara Islam, September 635. Kaisar Romawi Timur (Byzantium), Herachlius mengarahkan kekuatan militer yang besar untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Syiria. Menghadapi keadaan demikian. Khalid bin Walid mundur ke Selatan, bahkan Damascus ditinggalkannya. Akhirnya dua kekuatan besar berhadapan di tepi sungai Yarmuk, tentara Romawi di Utara, tentara Islam dengan jumlah lebih kecil, di Selatan. Pertempuran pecah dengan hebatnya tanggal 20 Agustus 636, diakhiri dengan kemenangan besar di pihak tentara Islam. Buktilagi tentang keberanian dan kepiawaian Khalid bin Walid sebagai panglima perang, yang oleh Nabi sendiri dijuluki “seifullah”, pedang Allah. Setelah Yarmuk, kota demi kota menyerah tanpa perlawanan. Penyerahan Jerusalem diterima langsung oleh Klhalifah Umar sendiri, akhir 637 atau awal 638 . Tahun itu juga Caecarea, benteng Romawi terakhir di Palestina ditaklukkan. Dengan demikian berakhirlah perang Syria. Sementara itu Umar memberhentikan Khalid sebagai panglima; tindakan yang nampaknya seolah-olah tidak menghargai jasa-jasa Khalid, apalagi setelah kemenangan besar di Yarmuk. Rupanya telah terjadi kekejaman dan korupsi yang menjadi tanggung jawab Khalid, dan Umar yang terkenal tegas dan jujur menuntut standar yang seintggi tingginya dari para pembantunya. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, Ibu Kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Setelah itu ekspansi dilanjutkan ke Negara Iraq. Untuk mempertahankan Iraq, kekaisaran Persia mengerahkan tentaranya dalam kekuatan besar. Namun gerak maju tentara Islam tidak terbendung. Dalam pertempuran empat hari di dataran Kadisiya tahun 637, tentara Persia menderita kekalahan telak. Ibu kota Persia, Ctesiphon diduduki tentara Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pula di tahun yang sama. Kemudian tahun 642, tentara Persia menderita kekalahan lagi dalam pertempuran di Nihavand, kekalahan yang merupakan pukulan terakhir bagi Persia dan meruntuhkannya. Sementara itu Panglima Amr bin al-As, setelah mendapat lampu hijau dari Khalifah Umar, bergerak ke Barat dengan sasaran Mesir yang masih dikuasai Byzantium (Romawi Timur). Markas tentara Romawi di Heliopolis, direbut tahun 640. Tahun 641, garnisun Romawi di Babylon menyerah. Alexandria, pusat pemerintahan Romawi di Mesir, diduduki September 642. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Byzantium di Syria, Palestina dan Mesir. Dalam waktu bersamaan, Persia mengalami nasib sama di Iraq, bahkan setelah pertempuran di Nihavand, imperium Persia sudah runtuh. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jabatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jabatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah sebagai pembalasan dendam Persia yang ditaklukkan. Tepatnya tanggal 4 November 644, ketika Umar memimpin shalat berjama’ah di mesjid, Abu Lulu’a, menyerbu maju dan menikamnya enam kali dari belakang. Khalifah Umar bin Khattab wafat pada usia 53 tahun. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Di saat-saat terakhir ditunjuknya Shura untuk memilih Khalifah berikutnya. Shura menunjuk Enam orang diantaranya adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
Pemimpin bergaya lugas, tegas tetapi juga bijak dan arif. Negarawan yang cakap, mampu mengelola pemerintahan dengan wilayah kekuasaan yang membentang dari Mesir sampai Persia, dengan penduduknya yang majemuk. Sifat dan perilakunya yang sederhana, bersahaja tidak berubah, sekalipun memegang tampuk kekuasaan tertinggi imperium yang didirikannya. Itulah Khalifah II, Umar bin Khattab, pemimpin dengan gelar yang amat pantas, Amirul Mu’minin.
3.      Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M)
Shura yang ditunjuk oleh Khalifah Umar dengan proses musyawarah bersama keenam orang yang ditunjuk akhirnya memilih Utsman bin Affan sebagai Khalifah III. Hartawan, rupawan dan elegan, Utsman bukan orang kuat, bahkan dapat dikatakan lemah, tidak tegas, tetapi dari keluarga Mekah yang sangat berpenggaruh, Bani Umaya. Untuk ketiga kalinya Ali bin Talib tersisihkan. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut.
Di masa pemerintahan Utsman (644-656 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang penting. Utsman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Masa kepemimpinan Utsman 644-656, sebenarnya tidak sepi dari keberhasilan, Khurasan ditaklukkan tahun 651-653. Demikian juga Armenia, tahun 653-655. Maka terjadi perluasan wilayah, batasnya sudah mencapai sampai Oxus. Kitab suci Al Qur’an dibakukan, dengan diresmikannya Mushaf Utsman bin Affan sebagai satu-satunya versi Al Qur’an yang sah. Versi-versi lainnya dimusnahkan. Tetapi Utsman tidak mampu memelihara persatuan dan kesatuan Umat. Kebijakan-kebijakannya dalam menjalankan pemerintahan banyak menimbulkan ketidak puasan dan ditentang oleh berbagai kalangan, juga oleh kalangan tentara. Ketidak-puasan makin meluas, dan akhirnya memuncak menjadi pemberontakan terbuka. Bulan Juni 656 Khalifah Utsman bin Affan wafat, dibunuh oleh pemberontak. Para pemberontak yang terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman. Pembunuhan Khalifah III, yang dilakukan oleh sesama Muslim memicu reaksi berantai yang berdampak dalam dunia Islam hingga sekarang.
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah.
4.      Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-660 M)
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Perlawanan terus menjadi-jadi dari pihak al-Khawarij sehingga Januari 661, Ali dibunuh ketika memasuki mesjid di Kufa, Khalifah ketiga yang wafat karena pembunuhan. Usianya waktu itu sudah melampaui 60 tahun. Sejak usia remaja, Ali adalah pengikut Nabi yang setia. Prajurit ulung yang keberaniannya dalam pertempuran serta kemampuannya sebagai panglima disegani oleh lawan dan kawan. Tetapi bukan negarawan yang cakap, sehingga gagal dalam percaturan politik menghadapi Mu’awiya, dan tidak mampu menundukan kaum Khawarij. Di sisi lain Ali adalah pribadi dengan integritas moral tanpa cacat. Bagi pengikutnya hanya Ali yang diakui sebagai Khalifah yang sah, sedangkan Khalifah 2 sebelumnya dianggap telah merampas hak Ali, oleh karena itu kepemimpinannya tidak sah. Apalagi setelah wafat, Ali dikenang sebagai Imam, pemimpin yang tingkatnya hanya sedikit di bawah Nabi sendiri. Makanya di Najaf, enam mil di sebelah Barat Kufa, setiap tahun ramai dikunjungi ribuan peziarah kaum Shi’ah. Dengan wafatnya Ali, tidak ada lagi tantangan bagi Mu’awiya. Bahkan sebelumnya pun, Juli 660, Mu’awiya sudah dinyatakan sebagai Khalifah di Jerusalem. Tentu saja kaum Shi’ah tidak mengakuinya.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya, Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena tentara pengikut Hasan lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘am jama’ah). De ngan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.



C.    Peristiwa Penting di Masa Al-Khulafah al-Rasydun 
              Berikut peristiwa-peristiwa penting pada masa kepemimpinan Khulafah Rasyidun :

1.      Abu bakar ash-Shiddiq

y       Nabi Muhammad SAW wafat
y       Abu bakar di baiat menjadi khalifah pertama
y       Memerangi orang-orang murtad
y       Menumpas nabi-nabi palsu
y       Memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat
y       Menunjuk Zaid bin Tsabit untuk membuat suatu kumpulan Al-Qur’an
y       Mengirim tentara islam ke Irak dan menaklukkan Hirah di bawah pimpinan Musanna dan Khalid bin Walid
y       Mengutus Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyan, Amr bin Ash dan Syurahbil untuk menaklukan Syiria
y       Abu bakar meninggal pada hari senin, 23 agustus 624 M, setelah lebih kurang selama 15 hari ia terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan masa kekhalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari
                                                        
2.      Umar bin Khattab

y         Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah ke dua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq
y         Pada tahun 635 M, menaklukan ibu kota Syiria yaitu Damaskus
y         Pada tahun 636 M, seluruh wilayah Syiria jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania
y         Mengganti panglima perang dari Khalid bin Walid menjadi Abu Ubaidah bin Jarrah
y         Melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinnisrin, Laziqiyah dan Aleppo di bawah pimpinan Abu Ubaidah
y         Menaklukan Baysan dan Yerussalem di bawah pimpinan Surahbil dan Amr bin Ash
y         Pada tahun 18H, mengirim 4.000 pasukan muslim di bawah pimpinan Amr bin Ash dan Merebut kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian utara (mesir) serta  menduduki kota Aris tanpa perlawanan
y         Menundukkan Pelusium (Al-farama), pelabuhan di pantai laut tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir dengan mengepung kota itu selama satu bulan tepatnya pada tahun 19 M
y         Menaklukkan kota Babilon pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung
y         Menaklukkan ibu kota mesir Iskandaria, setelah mengepung selama empat bulan di bawah pimpinan Ubadah bin Samit sehingga Cyrus, pemimpin Romawi di Mesir mengajak damai dengan pasukan muslim setelah melihat kebesaran dan kesungguhan pasukan muslimun untuk menguasai Mesir. Adapun isi perjanjian tersebut ialah :
A.    Setiap warga Negara diminta untuk membayar pajak perorangan sebanyak 2 dinar setiap tahun
B.     Gencatan senjata akan berlangsung selama 7 bulan
C.     Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan pasukan Yunani tidak akan menyerang Iskandariah dan harus menjauhkan diri dari permusuhan
D.    Umat islam tidak akan menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri urusan umat Kristen
E.     Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandariah dengan membawa harta benda dan uang, mereka akan membayar pajak perseorangan selama satu bulan
F.      Umat Yunani harus tetap tinggal di Iskandariah
G.    Umat islam harus menjaga 150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai sandera sampai batas waktu dari perjanjian ini dilaksanakan

y       Memindahkan ibu kota Mesir (Iskandariah) ke kota baru yang bernama Fustat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H
y       Dengan Syiria sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia utara, Georgia dan Azerbaijan menjadi terbuka
y       Melakukan serangan-serangan kilat terhadap asia kecil selama bertahun-tahun setelah itu
y       Mengirim pasukan di bawah Sa’ad bin Abi Waqqas untuk menundukkan kota Qadisiah dalam perang Qadisiah tahun 637 M, kemenangan yang diraih di wilayah itu membuka jalan bagi gerak maju tentara muslim ke daratan Eufrat dan Trigis
y       Menguasai ibu kota Persia, Ctesiphon (madain) yang letaknya di tepi sungai Trigis pada tahun 637 M, setelah mengepung selama dua bulan, Yazdagrid III (raja Persia) melarikan diri
y       Mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz  pada tahun 22 H
y       Pada tahun 641 M/22 H seluruh wilayah Persia berhasil dikuasai seluruhnya
y       Menaklukan Isfahan, Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput dari kepungan pasukan muslim
y       Dengan perbandingan 6:1 tentara muslim dapat menaklukkan tentara Persia sehingga menyebabkan Persia menderita kerugian besar, kaum muslimin menyebut kemenangan ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh)
y       Mendirikan baitul mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dan menyelanggarakan “hisbah”, membentuk “syura” (komisi pemilih)
y       Seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam kearah Umar di pagi buta, sehingga Umar terluka parah dan ia wafat tiga hari setelah peristiwa itu tepatnya 1 muharram 23 H/644 M, kalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari


3.    Utsman bin Affan

y       Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah ke tiga setelah Umar bin Khoththob
y       Pertempuran “zatis sawari” (peperangan tiang kapal), yang terjadi di laut tengah dekat kota Iskandariyah, antara tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Constantin dengan laskar muslim pimpinan Abdullah bin Abi Sarah. Dinamakan perang kapal karena banyaknya kapal-kapal yang digunakan dalam perang itu yaitu 1000 buah kapal, 200 buah kapal milik kaum muslimun dan 800 buah kapal milik tentara Romawi, akan tetapi pasukan muslim berhasil mengusir tentara Romawi
y       Menyusun kitab suci Al-Qur’an yang di ketuai Zaid bin Tsabit, sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an adalah Hafsah (salah seorang istri nabi)
y       Terjadinya pemberontakan dan pembangkangan di dalam negeri yang dilkukan  oleh orang-orang yang kecewa dengan keputusan atau kebijakan-kebijakan Utsman. Diantaranya :
A.      Mengangkat Marwan bin Hakam, sepupu Utsman yang dituduh sebagai orang yang mementingkan diri sendiri dan suka intrik menjadi sekretaris utamanya, maka segera timbul mosi tidak percaya dari rakyat.
B.       Menempatkan Muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullah bin Sa’ad masing-masing sebagai gubernur Suriah, Irak, dan Mesir, sangat tidak disukai oleh umum. Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat Utsman memperoleh harta pribadi dengan mengorbankan kekayaan umum dan tanah Negara. Hakam, ayah Marwan mendapatakan tanah fadah, Marwan sendiri menyalahgunakan harta baitul mal, Muawiyah mengambil alih tanah Negara Suriah dan Utsman mengizinkan Abdullah untuk mengambil seperlima dari harta rampasan perang Tripoli untuk dirinya dan lain-lainnya
y         Di Kufah dan Basrah, yang dikuasai oleh Thalhah dan Zubair, rakyat bangkit menentang gubernur yang diangkat oleh Utsman
y         Di mesir, pemberontakan berhasil mengusir gubernur yang diangkat Utsman, lalu mereka yang terdiri dari 600 orang mesir berarak-arakan menuju Madinah. Para pemberontak dari Basrah dan Kufah bertemu dan menggabungkan diri dengan kelompok mesir. Mereka menuntut Utsman untuk mengganti gubernur mesir, dan Utsman mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagi gubernur Mesir
y         Para pemberontak mengepung rumah Utsman dan membunuhnya, ketika itu Utsman sedang membaca Al-Qur’an pada tahun 35 H/17 Juni 656 M

4.      Ali bin Abi Thalib
y         Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah ke empat setelah Utsman bin Affan
y         Utsman bin Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah menggantikan Ibnu Amir, dan Qais bin Sa’ad menggantikan Abdullah sebagai gubernur Mesir, gubernur Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakkan jabatan, tetapi ia menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya
y         Terjadinya perang jamal (perang unta) pada tahun 36 H, karena dalam pertempuran tersebut Aisyah, istri nabi SAW mengendarai unta, dan dalam pertempuran tersebut sebanyak 20.000 kaum muslimun gugur
y         Pemindahan pusat kekuasaan islam dari Madinah ke kota Kufah
y         Terjadinya perang antara pasukan Ali dengan Muawiyah di kota tua Siffin, dekat sungai Eufrat, pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan 7.000 pasukanya terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat Al-Qur’an sebagai tanda damai
y         Lahirnya golongan Khawarij (orang-orang yang keluar dari golongan Ali) yang berjumlah 12.000 orang dan bermarkas di Nahrawan
y         Pada 17 ramadhan 40 H (661 M), khalifah Ali terbunuh, pembunuhnya adalah Ibnu Muljam, seorang anggota khawarij yang sangat fanatik
y         Dan pada tanggal 20 ramadhan 40 H, masa kekhalifaan Ali berakhir


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

              Masa kekuasaan Al Khilafah Al Rasyidun yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan islam yang berhasil dalam mengembangakan wilyah islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan dasar agama islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh para Al Khulafah Al Rasyidun. Penegembangan agama islam yang dilakukan yang dilakukan pemerintahan Al Khulafah Al Rasyidun dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang. Dari hanya wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan islam menembus ke luar Arabia memasuki wilayah-wilayah Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus ke Bizantium dan Hindia.
Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaan, dalam waktu tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman politik yang memadai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikan cepat, antara lain sebagai berikut :
1.      Islam,
2.      Terdapat keyakinan dalam dada para sahabat nabi SAW tentang kewajiban dakwah
3.      Mundurnya kekuatan Bizantium dan Persia
4.      Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium
5.      Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran
6.      Bangsa Sami di Syiria dan Palestina, dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka dari pada bangsa lainya
7.      Mesir, Syiria, dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya
Banyaknya kemajuan peradaban yang telah dicapai, yaitu munculnya gerakan pemikiran dalam islam, seperti:
1.      Menjaga keutuhan Alqur’an dan mengumpulkanya dalam bentuk mushaf pada masa Abu Bakar
2.      Memberlakukan mushaf standar pada masa Usman
3.      Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan berislam
4.      Pihak orientalis (yang tidak senang dengan islam) mempelajari fenomena “futuhat al-islamiyah” dan menafsirkanya
5.      Islam pada masa itu tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan Negara, antara da’i maupun panglima

Selain itu terbentuknya organisasi Negara atau lembaga-lembaga yang dimiliki pemerintahan kaum muslimin sebagai pendukung kemaslahatan kaum muslimun. Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “tarikh al-islam as-siyayi” menjelaskan bahwa organisasi-organisasi tersebut ialah :
1.      Lembaga politik; lembaga politik “khilafah” (jabatan kepala Negara), “wizarah” (kementrian Negara), dan “khitabah” (sekretaris  Negara)
2.      Lembaga tata usaha Negara
y       Idaratul aqalim (pengelolahan pemerintahan daerah)
y       Diwan (pengurusan departemen), seperti: diwan kharaj (kantor urusan keuangan), diwan rasail (kantor urusan arsip), diwanul barid (kantor urusan pos), diwan syurtah (kantor urusan kepolisian), dll
y       Lembaga keuangan Negara
y       Lembaga kehakiman Negara, seperti: qadhi (pengadilan negeri), madhalim (pengadilan banding), hisabah (pengadilan perkara yang bersifat lurus dan terkadang juga perkara pidana yang memerlukan pengurusan segera)

B.     Saran

            Meskipun dalam konteks masa kekhalifahan dinilai sukses, namun masih ada beberapa hal yang minus dari kepemimpinan para khulafah, seperti perang sesama kaum muslimin yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib sehingga menewaskan banyak kaum muslimun.
Pada masa khalifah Utsman juga terdapat politik KN (kolusi dan nepotisme) yang mana pada saat itu Utsman mengutus para sanak familinya untuk menduduki kursi kepemimpinan yang akibatnya kondisi politik umat muslim menjadi kacau, serta yang paling ironis adalah puncak perpecahan umat muslim disebabkan penagangkatan Muawiyah sebagai gubernur Syiria. Hingga akhirnya Muawiyah pulalah yang mengakibatkan berakhirnya masa Al Khulafah Al Rasyidun.
Adalah tugas kita selaku generasi Ulul Albab untuk lebih memahami sejarah masa lalu dan belajar banyak dari kepemimpinan para Khulafah al-Rasyidun dengan mengambil segi positif karakter kepemimpinannya dan meninggalkan segi yang batil/negative.



POSTED BY: ARSHO PC

0 komentar:

Posting Komentar